BOGOR - Ombudsman RI menemukan sejumlah potensi maladministrasi pada penataan kawasan Kampung Arab di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yakni tindakan pembiaran dan pengabaian kewajiban hukum.
Hal ini berdasarkan investigasi Ombudsman yang menghasilkan temuan di antaranya tidak adanya data mengenai jumlah imigran, pekerjaan informal yang dilakukan oleh warga negara asing (WNA), status kepemilikan aset tanah, izin mendirikan bangunan dan tempat usaha yang tidak sesuai, serta status juga administrasi anak hasil perkawinan campuran.
Berdasarkan beberapa temuan tersebut, Anggota Ombudsman RI Prof. Adrianus Meliala mengatakan Pemerintah Kabupaten Bogor harus segera mengambil langkah-langkah pembenahan terkait temuan tersebut.
"Jika tidak, maka dapat berpotensi maladministrasi yaitu tindakan pembiaran. Selain itu, belum dilaksanakannya amanat Perpres Nomor 125 Tahun 2016 mengenai penanganan imigran juga dapat berpotensi maladministrasi berupa tindakan pengabaian kewajiban hukum," kata Andrianus, dalam keteranganya, Kamis (30/7/2020).
Berkenaan dengan temuan mengenai keberadaan imigran di Kampung Arab Cisarua Bogor, ia mengatakan belum terdapatnya data yang pasti mengenai jumlah imigran. Kepada Ombudsman, aparat setempat mengaku kesulitan melakukan pendataan dikarenakan para imigran yang sering berpindah-pindah tempat.
Ombudsman juga menyoroti dugaan penyelundupan hukum, dimana tanah atau aset yang dijadikan tempat usaha, khususnya vila diduga dimiliki oleh orang asing dan dikelola oleh penduduk lokal. Secara administratif nama yang tertera di sertifikat adalah nama penduduk lokal, namun pemilik sebenarnya adalah WNA.
Tak hanya itu, Ombudsman menemukan terdapat WNA di Kawasan Kampung Arab Cisarua melakukan pekerjaan di sektor informal seperti berdagang di pasar, menjadi tukang pangkas rambut, penjual parfum dan sebagainya. Menurutnya, hal itu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai penggunaan tenaga kerja asing.
Selain itu, pihaknya juga menemukan terdapat Papan Reklame bertuliskan Arab di sepanjang ruas jalan wilayah Desa Tugu Selatan, hal tersebut dikhawatirkan terdapat penyebutan yang tidak sesuai dan berkesan menyesatkan.
"Belum terdapat Perda yang mengatur mengenai penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana telah diatur dalam UU No. 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia," ungkapnya.